Sabtu, 24 Desember 2011

Pendidikan Negara Sosialis


Ketika kita membicarakan tentang negara Sosialis, pasti yang terlintas di benak kita adalah suatu bangsa yang kaku. Suatu bangsa dimana segala sesuatu pemerintah yang pegang, dan juga negara tanpa adanya kepemilikan pribadi. Namun bagaimana dengan sistem pendidikan di negara sosialis, seperti Korea Utara, Uni Soviet, Cina, dan lain-lain? Apakah persepsi kekakuan juga melanda dunia pendidikan mereka?
Dunia pendidikan dalam negara sosialis, mengacu pada karakteristik umum negara sosialis itu. Karakteristik tentang doktrinisasi dan juga pengabdian total kepada negara, tidak luput dari sitem pendidikan negara sosialis itu sendiri. Disini dunia pendidikan atau sekolah berguna sebagai penciptaan kader-kader yang setia akan negara mereka. Karena di samping pemberian mata pelajaran umum, serta wajib untuk CALISTUNG (baca, tulis, menghitung) mereka juga diharuskan untuk dapat berkreasi yang bertujuan untuk kemajuan negara mereka itu sendiri. Juga prinsip-prinsip ideologi negara ditanamkan dalam usia dini. Sehingga tidak ada siswa atau mahasiswa yang lupa akan ideologi negaranya sendiri. Pemantapan ideologi itulah yang membuat mereka sangat setia akan negaranya.
Pada zaman Uni Soviet pendidikan adalah salah satu tempat untuk mempropagandakan ideologi komunis selain juga ada organisasi pemuda ( Komsomol ). Mereka percaya dengan memberikan propaganda tersebut akan melahirkan kader-kader komunis yang kuat. Pendidikan Uni Soviet juga berpegang teguh terhadap apa yang disebut dengan Manifesto Komunis. Dalam karya yang ditulis oleh Karl Marx dan Frederich Engels tersebut menyebutkan bahwa pendidikan harus didekatkan dengan produksi industri. Dalam pendekatan tesebut para peserta didik harus mempunyai 3 unsur, yaitu mental, fisis, dan politeknis. Keberhasilan dalam ketiga unsur tersebut adalah peluncuran satelit yang mengejutkan dunia dan khususnya Amerika Serikat. Pada sidang Pleno Partai Komunis 1958 dengan disahkan memorandum Krusjitjov, maka tidak ada pemisahaan antara kaum intelek dengan kaum pekerja. Karena dalam memoar tersebut dihapuskannya jurang pemisah antara pekerjaan fisik dengan pekerjaan otak. Agar terciptanya korelasi yang tepat diantara pendidikan umum, politeknik dan kejuruan sebagai kombinasi yang bijaksana antara pekerja, belajar dan dan rekreasi serta perkembangan fisik secara normal dari anak didik di sekolah terutama pendidikan menengah. Dalam hal pemantapan ideologi setiap sekolah, peserta didik di wajibkan untuk pawai, menyanyikan lagu nasional setiap masuk sekolah, serta harus melakukan janji setia terhadap negara. Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan ideologi yang kuat dan memberikan mereka gambaran bahwa mereka sedang terlibat dalam revolusi dunia.
Lalu bagaimana dengan negara lainnya, disamping Uni Soviet kita juga bisa melihat perkembangan pendidikan di negara Korea Utara. Negara yang terisolir akibat program nuklirnya dan juga konflik dengan negara sebangsanya Korea Selatan, merupakan negara dengan presentase 99% penduduknya yang melek huruf. Wajib belajar yang dicanangkan negara ini adalah wajib belajar sebelas tahun. Dimana satu tahun untuk jenjang pra-sekolah, 4 tahun untuk sekolah dasar, dan 6 tahun untuk sekolah menengah. Kurikulum yang pokok dalam pendidikan di Korea Utara adalah bidang akademik dan juga politik. Seperti negara sosialis lainnya, pendidikan di Korea Utara di pegang sepenuhnya oleh negara. Negara bukan saja menyediakan fasilitas dan biaya pendidikan gratis, tetapi juga negara memberikan seragam serta buku panduan yang gratis kepada peserta didik. Ini semua dilakukan dengan harapan bahwa peserta didik dapat kreatif serta mandiri. Di Cina setelah dilakukan Reformasi Pendidikan oleh LI Lanqing pemerintah menerapkan wajib belajar 9 tahun. Dengan merubah kurikulum yang sesuai dengan  potensi dan kemampuan siswa juga pembelajaran yang dilakukan dengan berdiskusi yang mendorong siswa untuk mengembangkan pemikiran yang inovatif. Dalam pendidikan negara Cina aspek filosofi rakyat Cina tetap di terapkan disamping pendoktrinan. Kompensasi pengajar atau guru di Cina juga diperhatikan, ini terlihat dari dana pendidikan yang mencapai 20% pertahun atau 548 miliyar Yuan pada tahun 2002 dan ini terus berkembang. Sehingga nasib pengajar sangat sejahtera, dan juga guru-guru tidak melakukan segala jenis pungli kepada siswanya.
Lalu bagaimana dengan di Indonesia? Sistem pendidikan jenis ini pernah dibawa oleh seorang Tan Malaka dengan didirikannya Sekolah Rakyat jauh sebelum Ki Hajar Dewantara membentuk Taman Siswa. Tan Malaka sendiri bermaksud untuk mendidrikan sekolah yang sesuai dengan hajat hidup bangsa Indonesia. Dia menciptakan sendiri sistem pendidikan yang sangat berbeda dengan sistem pendidikan pada masa itu. Dalam brosur SI Semarang dan Onderwijs sistem pendidikan Tan Malaka mempunyai tiga poin, seperti:
  1. Memberikan senjata cukup untuk pencarian modal dalam kehidupan kelak. Dalam hal ini adalah dengan pemberian pembelajaran membaca, menghitung, menulis, ilmu bumi, Bahasa Belanda, Bahasa Jawa, Bahasa Melayu, dsb.)
  2. Memberikan hak-hak kepada murid-murid, seperti berkumpul atau membuat organisasi. Dalam hal ini murid-murid haruslah diberikan hak nya sebagai manusia yang sedang berkembang dengan meberikan suatu permainan, dan bukannya dengan tugas-tugas yang akan membatasi ruang lingkupnya. Sifat dan batin murid-murid itulah yang seharusnya di sambung oleh seorang guru. Dan guru disini bukanlah sebagai diktaktor tetapi lebih sebagai pemberi nasihat kepada anak muridnya. Sehingga diharapkan anak-anak untuk bisa berpikir sendiri serta jalan sendiri sendiri tanpa dikomando. Dan juga murid dapat diharapkan untuk bisa berkrasi dan juga menciptakan hal-hal yang baru.
  3.  Menuju kewajiban kelak kepada kaum Kromo ( kaum miskin ). Disini murid-murid selain harus berjibaku dengan buku, mereka juga haruslah melihat hal-hal sekitar mereka. Selain sebagai modal cara pandang mereka untuk kehidupan kedepannya, ini juga dimaksudkan agar kelak ketika mereka sudah menjadi orang tidak lupa dengan kaum bawah atau kaum miskin. Oleh karena dalam pendidikan ini, murid-murid selalu dibawa kedalam realita sosial masyarakat yang ada ditempatnya.
Dalam ketiga hal ini Tan Malaka merumuskan sekolah yang cocok untuk rakyat Indonesia. Sekolah dengan corak sosialis kerakyatan yang dapat diterapkan di Indonesia. Dengan ketiga poin itu tujuan Tan Malaka itu adalah :
1.        Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai perkumpulan, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam urusan tadi anak-anak itu sudah belajar membikin kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
2.       Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan juga sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu kita membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung dengan hal ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah akan membela berjuta-juta kaum Proletar.
3.       Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti, diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur), pendeknya diajak berpidato
4.       Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah SI dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.
Dari penjabaran pendidikan di negara sosialis tersebut dapat kita simpulkan, bahwa pendidikan itu sangat penting. Dan juga dalam sistem pendidikan sosialis tersebut dapat pula kita lihat lihat bahwa pendidikan bukan saja melahirkan intelek-intelek muda yang pintar-pintar, tetapi juga intelek muda yang sangat bertanggung jawab terhadap negaranya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar